Jakarta, Badan Pengawas Pemilu - Anggota Bawaslu RI, Moch. Afifuddin mengapresiasi Gerakan Melindungi Hak Pilih (GMHP) yang dicanangkan KPU. Menurutnya, gerakan ini sangat penting untuk menyempurnakan daftar pemilih. Ia menilai, meskipun secara konstitusional pendataan pemilih menjadi tugas KPU, namun secara sifat tidak mungkin KPU bekerja sendiri tanpa bantuan dari stakeholder terkait.
“Terkait angka pasti semuanya sudah bosan. GMHP ini ikhtiar luar biasa. Kami tidak terpaku dengan angka. Penyelenggara pemilu di daerah sedang menyingkirkan data, semisal di daerah bencana,” kata Afifuddin di Jakarta, Jumat (5/10/2018).
Afifuddin berpendapat, logika pemilih dalam kepemiluan adalah semua warga bisa menggunakan hak pilih kecuali yang dilarang oleh undang-undang, bukan sekedar dimasukannya orang yang telah memenuhi syarat saja.
Afifudin menegaskan, dalam Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang diluncurkan beberapa saat lalu menyebutkan titik kerawanan pemilu ada pada isu data pemilih. "Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) ini mengkonfirmasi atas banyaknya data yang masih ganda itu, di mana ada 244 kabupaten/kota dengan tingkat kerawanan tinggi," tegasnya.
Dalam melakukan pemeriksaan data pemilih, Bawaslu melakukan berdasarkan metode by name by address. Karena kalau hanya dilihat angkanya, maka secara faktual belum tentu ada.
Ia mencontohkan dalam Pilkada Serentak 2018 yang lalu, di lapas perempuan dan anak di Tangerang, satu lapas penghuninya 400 orang. Tetapi hanya 31 orang yang terdaftar dan memiliki hak pilih. Padahal seluruh warga lapas tersebut memiliki hak pilih. Mereka tidak bisa menggunakan hak pilih karena tidak memiliki KTP elektronik.
"Ini masih menjadi pekerjaan pesar bagi penyelenggara. Lebih baik kita bekerja sama dengan memberi jamu, pahit tapi menyehatkan," pungkasnya.
Penulis dan Photo : Nurisman