• English
  • Bahasa Indonesia

Lima Pilar dalam Mengawal Pemilu Demokrasi

Makassar, Badan Pengawas Pemilu -  Pemilu yang demokratis paling tidak harus memiliki 5 pilar diantaranya adalah regulasi yang jelas,  peserta pemilu yang berkompeten, pemilih yang cerdas, penyelenggara pemilu yang berintegritas, dan birokrasi yang netral. Dimana pilar yang satu saling mendukung dengan pilar yang lainnya. Tanpa satu pilar, maka tidak mungkin mencapai pemilu yang demokratis, kelimanya harus saling menguatkan.

Ketua Bawaslu, Muhammad mengungkapkan bahwa salah satu kelemahan yang ada dalam Pemilu adalah, regulasi yang belum memberikan kepastian. “Pada pemilu 2014 yang lalu, Bawaslu masih menemukan regulasi yang belum jelas, misalnya antara politik uang dan biaya politik, antara kampanye dan sosialisasi. ini merupakan diskusi yang tidak pernah selesai,” ujar Muhammad saat Seminar Politik dan Demokrasi dengan tema “Outlook Demokrasi di Sulsel, di Makassar, baru-baru ini.

Contoh kasus, tambah Muhammad, pada Pileg kemarin banyak gula pasir, terigu, minyak kelapa, uang tunai, voucer pulsa, baju kaos, tanda pengenal caleg, yang berhasil diamankan/ditangkap oleh pengawas pemilu. Menurut Bawaslu, secara jelas ini merupakan politik uang dan kampanye. Namun dalam proses kajian pidana, pihak penyidik kepolisian mengatakan masih ada unsur yang belum terpenuhi.

“Ini sementara menjadi evaluasi Bawaslu, terkadang Pengawas dan Penyidik Kepolisian masih belum sepakat mengenai delik-delik kepemiluan,” tambah pria kelahiran Makassar ini.

Selain itu, Bawaslu juga menilai terkadang partai politik tidak siap atau tidak serius mempersiapkan kader-kader terbaiknya ikut serta dalam pemilu. Misalnya, untuk memenuhi syarat 30 persen keterwakilan perempuan, masih banyak perempuan yang tidak berkompeten, tidak mengetahui aturan-aturan, namun tetapi dipaksakan untuk ikut guna memenuhi syarat 30 persen tersebut.

Fungsi parpol dalam memberikan pendidikan kepada pemilih juga tidak berjalan. Semestinya, Parpol mengajarkan kepada masyarakat tentang politik yang santun, politik yang menghargai, tidak memaksakan pendapat kepada yang lain. Di negara kita kebanyakan Parpol masih asik dengan rekrutmen politik, dengan kursi dan suara masing-masing.

“Bukankah salah satu fungsi parpol adalah sosialisasi atau memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Semoga ke depannya Parpol bisa menjalankan fungsi Parpol secara utuh untuk menciptakan Pemilu yang demokratis,” harapnya.

Selain itu, birokrasi yang netral harus ditanamkan di setiap daerah. Komitmen pemerintah daerah untuk mengawal pemilu dengan netral dari hasil evaluasi, belum optimal dalam mengawal proses pemilu di Indonesia.

Muhammad menambahkan, Penyelenggara Pemilu yang berintegritas juga sangat diperlukan untuk mendukung tercapainya pemilu yang demokratis. Bawaslu tidak menutup mata, bahwa masih ada sejumlah oknum-oknum  penyelenggara baik KPU maupun Pengawas pemilu yang masih rentan dan sangat mudah untuk digoda.

“Tetapi ini merupakan suatu kesempatan atau peluang untuk menjaga nama baik, kehormatan diri kita, daerah kita, dan lembaga kita,” tuturnya.

Untuk itu, bagi sejumlah oknum pengawas pemilu yang telah mendapatkan surat peringatan dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), telah tertutup kesempatannya untuk menjadi pengawas pemilu kedepannya.  “Itu adalah komitmen pengawas pemilu untuk mengawas pemilu demokrasi,” tegasnya.

 

Penulis             : Muhtar

Editor               : Falcao Silaban

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu