• English
  • Bahasa Indonesia

Nasrullah Kritisi PKPU tentang Kampanye

Aggota Bawaslu RI, Nasrullah bersama Wakil Ketua KPI, Idy Muzayyad saat menjadi narasumber Diskusi Publik tentang kampanye melalui media massa, di lantai IV gedung Bawaslu RI, Jum,at (5/2).

Jakarta, Badan Pengawas Pemilu - Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tahun 2015 telah usai. Meskipun secara umum pelaksanaan Pilkada berjalan baik, namun ada beberapa catatan yang perlu diperbaiki untuk kedepannya.

 

Salah satu persoalan yang dirasakan oleh masyarakat, bahwa hajatan demokrasi lokal serentak ini kurang terasa gaungnya selama penyelenggaraan Pilkada tahun 2015. Sehingga hal ini berkorelasi dengan hak publik, di mana azas kepentingan umum dan azas proporsionalitas tidak tercapai dengan baik.

 

“Penyebabnya adalah minimnya informasi atau sosialisasi, baik dari pasangan calon maupun KPU. Hanya KPU yang dapat fasilitasi melalui media,” ungkap anggota Bawaslu RI, Nasrullah.

 

Padahal faktanya, lanjut dia, masih minim fasilitasi KPU Provinsi/kabupaten/kota, minim durasi-waktu fasilitasi (jangka watunya pendek), problem pengadaan barang/jasa, minim anggaran, waktu, prosedur, akibatnya minim informasi kepada masyarakat.

 

Hal itu disampaikan Nasrullah saat diskusi publik tentang kampanye melalui media massa, di lantai IV gedung Bawaslu RI, Jum’at (5/2), dan dihadiri oleh Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Idy Muzayyad serta perwakilan media massa online, cetak maupun elektronik.

 

Nasrullah menjelaskan bahwa menurut PKPU No. 7 Tahun 2015 (Pasal 1 angka 21) kampanye merupakan kegiatan untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program calon Gubernur, Bupati/Walikota.  "Artinya kampanye adalah kegiatan untuk meyakinkan pemilih, yang bisa meyakinkan ya peserta Pilkada, jadi itu domain peserta bukan KPU," lanjutnya.

 

Sedangkan PKPU Pasal 63 menyebutkan kampanye dilaksanakan sebagai wujud pendidikan politik masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggungjawab, “di sini pendidikan politik itu seharusnya tanggung jawab Parpol bukan KPU Provinsi/Kabupaten/Kota” terang Nasrullah.

 

Mengenai jadwal kampanye, hal ini ditetapkan oleh KPU Provinsi/Kabupaten/Kota yaitu dengan memerhatikan usul pasangan calon, ketentuan lebih lanjut diatur dengan PKPU, imbuh dia.

 

Tentang bentuk kampanye, pasal 65 menyebutkan bahwa kampanye dapat dilaksanakan melalui a. Pertemuan terbatas; b. Pertemuan tatap muka; c. Debat publik/debat terbuka antar Paslon; d. Penyebaran bahan kampaye kepada umum; e. Pemasangan alat peraga; f. Iklan media cetak/media massa elektronik dan atau; g. Kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 65 huruf c,d,e,dan f tersebut difasilitasi oleh KPU Provinsi/Kabupaten/Kota dengan menggunakan biaya dari APBD, terang Nasrullah.

 

Terkait kampanye di media, dia mengatakan bahwa pasal 66 ayat (1) media cetak dan elektronik dapat menyampaikan tema, materi, dan iklan kampanye.

 

Nasrullah juga mempertanyakan Pasal 69 huruf h yang berbunyi dalam kampanye dilarang menggunakan fasilitas dan anggaran pemerintah/Pemda. Menurutnya hal ini inkonsisten, sebab subyek hukum dalam kampanye menjadi tidak jelas.

 

Kritik PKPU

Dalam kesempatan itu, Nasrullah memberikan kritik atas Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2015. diantaranya pasal 5 ayat (2), yaitu kedudukan KPU bukan pelaksana kampanye tetapi fasilitasi. Jika ‘pelaksana’ berarti mandat penuh. Tetapi jika ‘fasilitasi’ ya mandat penyesuaian, terangnya.

 

Dia juga mengkritisi Pasal 5 ayat (4) bahwa pendanaan kampanye KPU Provinsi/Kabupaten/Kota APBD. Hal itu tentu bertentangan dengan Pasal 69 huruf h UU Nomor 1 Tahun 2015 perubahan UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.

 

Pasal 33, materi Iklan dibiayai oleh Paslon, pasal ini juga dinilai inkonsisten dengan fasilitasi APBD. tentang penayangan iklan kampanye 14 hari sebelum masa tenang itu juga tidak memenuhi Pasal 67 UU Nomor 1 Tahun 2015 perubahan UU Nomor 8 Tahun 2015, ujarnya.

 

Nasrullah menilai bahwa Undang-undang maupun PKPU tidak mampu memahami proporsionalitas kewenangan tentang kampanye, kepentingan umum dalam hal ini hak publik untuk memperoleh informasi menjadi terabaikan. “Dengan demikian KPU tidak mampu memenuhi asas kepentingan umum dan asas proporsional,” tandasnya.

 

Di akhir diskusi Nasrullah menyarankan agar KPU melakukan perubahan PKPU yang responsif dengan mementingkan kepentingan masyarakat. Menempatkan domain kampanye pada proporsi yang tepat, yaitu haknya peserta. Sementara fasilitasi KPU cukup hanya kampanye Debat.

 

Selain itu, kompromi 3 hari setelah ditetapkan Paslon sampai dengan 14 hari sebelum masa tenang, menjadi domain Paslon kampanye di media, sementara KPU hanya fasilitasi di masa 14 hari, tutup dia.

Penulis : Ali Imron

Foto : Irwan

 

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu