• English
  • Bahasa Indonesia

Pemilik Media "Narsis" Siap-Siap Kecele

Jakarta, Bawaslu- Badan Pengawas Pemilu – Tahapan pelaksanaan Pemilu Presiden 2014 belum dimulai, namun gaungnya sudah dirasakan di berbagai media terutama media elektronik. Pemilik media yang hendak menjadi Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres), ramai-ramai menarsiskan diri dan mengklaim dirinya Capres dan Cawapres.

Narsisme sendiri berasal dari bahasa Belanda yang berarti membanggakan diri sendiri secara berlebihan dan terkadang tidak sesuai dengan kenyataan. Apa yang ditampilkan di media bisa jadi hanya pencitraan, untuk menarik minat masyarakat memilihnya pada Pilpres mendatang.

Namun, apakah hal tersebut dibenarkan? Secara Undang-Undang (UU) gaya pemilik media yang narsis menyatakan mereka Capres dan Cawapres tidak melanggar. Pasalnya, tahapan Pilpres sendiri belum dimulai, sehingga kampanye model seperti ini belum dilarang. Namun, akan menjadi pelanggaran jika diserta dengan logo partai, nomor urut serta visi misi partai.

Dalam UU No. 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD masa kampanye di media elektronik serta kampanye dalam bentuk rapat umum belum diperbolehkan. Tahapan tersebut baru diperbolehkan pada 21 hari sebelum masa tenang. Kasus Sutiyoso (Ketum PKP Indonesia) di Jawa Tengah yang divonis bersalah karena melakukan rapat umum menjadi sebuah contoh bahwa, pelanggaran pidana terhadap ketentuan tersebut tidak main-main.

Namun sepertinya pemilik media tidak mengindahkan hal-hal tersebut. Mereka tetap melakukan semacam sosialisasi di media mereka dengan memakai logo partai, nomor urut namun cenderung dengan bermain “aman”, sehingga pelanggaran pidana pemilu sulit dikenakan. Peran Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sangat ditentukan dalam hal ini.

Selama 3 (tiga) bulan terakhir, September-November 2013, KPI telah melakukan pemantauan pada seluruh lembaga penyiaran. Dari pemantauan tersebut, KPI berkesimpulan terdapat 6 (enam) lembaga penyiaran yang telah dinilai tidak proporsional dalam penyiaran politik. Termasuk terdapat iklan politik yang menurut penilaian KPI mengandung unsur kampanye. Keenam lembaga penyiaran itu adalah RCTI, MNC TV, Global TV, ANTV, TV One dan Metro TV.

KPI menilai, enam stasiun televisi tersebut telah bertindak tidak proporsional dan tidak menjunjung tinggi netralitas dalam hal penyiaran. Padahal, lembaga penyiaran tersebut menggunakan frekuensi publik.

Menurut Komisioner KPI, Bekti Nugroho masyarakat sudah bisa menilai media massa elektronik maupun cetak yang secara kasat mata berafiliasi dengan salah satu partai tertentu. Sehingga mereka juga bisa menilai apa yang ditampilkan mereka di media benar atau tidak adanya. Dampakya, media tersebut bisa saja ditinggalkan oleh masyarakat.

“Politisi yang tampil di media miliknya terus menerus, juga akan membuat masyarakat jenuh. Apalagi tidak atau belum ada prestasi yang dimilikinya,” ujar Bekti baru-baru ini.

Untuk informasi, KPI telah memanggil dan menyampaikan teguran pada 6 (enam) stasiun televisi tersebut. Teguran ini wajib menjadi evaluasi bagi lembaga penyiaran, agar menjalankan fungsi dan perannya yang sesuai dengan amanat undang-undang penyiaran. Dalam pertemuan tersebut, lembaga penyiaran menerima masukan dan berjanji akan memperbaiki programnya, serta merencanakan program iklan layanan masyarakat (ILM) tentang pemilihan umum.

Bekti juga sadar, bahwa redaksi media massa tersebut juga tidak bisa disalahkan begitu saja. Intervensi dari pemilik modal yang luar biasa menjadi salah satu penyebab media-media ini tampak terlihat berafiliasi dengan partai politik.

“Jurnalis dalam redaksi sebenarnya tidak takut pada siapapun, termasuk menteri, pejabat, bahkan presiden. Ia hanya takut pada si pemilik modal. Oleh karena itu, pemilik modal bebas berintervensi terhadap redaksinya,” ujar Bekti.

Sementara itu, Pimpinan Bawaslu Nasrullah mengatakan bahwa orang yang mengaku Capres dan Cawapres tersebut terlalu percaya diri, padahal tahapan Pilpres saja belum dimulai. “Belum tentu partai yang mereka dukung mencapai presidential threshold sebesar 20 persen pada Pilpres mendatang,” tuturnya. [FS]

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu