• English
  • Bahasa Indonesia

Saksi Parpol dan Mitra PPL, Langkah Tepat Mengurangi Gugatan Pasca Pemilu

Jakarta, Bawaslu – Pemilu 2009 lalu menyisakan pengalaman buruk bagi pelaksanaan Pemilu di Indonesia. Hampir di seluruh wilayah Indonesia terdapat berbagai macam kecurangan pada hari pemungutan dan penghitungan suara di TPS.

Berbagai macam kecurangan disinyalir terjadi akibat tidak adanya pengawasan yang maksimal pada saat pelaksanaan tahapan tersebut. Banyak TPS yang tidak dihadiri oleh saksi parpol. Akibatnya, manipulasi terhadap proses serta hasil pemungutan dan penghitungan suara terjadi di TPS, yang diduga dilakukan oleh oknum-oknum penyelenggara Pemilu.

Pengalaman tersebut yang mungkin mendasari keberadaan saksi parpol diakomodasi dalam Undang Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif Anggota DPR, DPD, dan DPRD, untuk memastikan bahwa saksi berada dalam TPS.

Selain itu, menurut beberapa pengamat, minimnya jumlah Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) di tingkat desa/kelurahan, menjadi salah satu penyebab banyaknya kecurangan yang terjadi di TPS. Undang Undang hanya mengakomodasi bahwa dalam satu desa/ kelurahan hanya 1 orang PPL. Tentu saja, jumlah PPL tersebut tidak sebanding bagi desa/kelurahan yang memiliki 40 TPS atau lebih.

Jika kondisinya demikian, Bawaslu menilai bahwa pengawasan di TPS pada Pemilu 2009, secara matematika tidak mungkin terjadi atau terawasi secara optimal. PPL bahkan diibaratkan hanya mengawasi di bawah pohon saja, tanpa adanya tindakan. Terlebih, jika jarak antara satu TPS dengan lainnya sangat jauh, sedangkan honor untuk PPL juga tidak seberapa besar.

Namun, keadaan tersebut tidak banyak berubah. Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu memang mengakomodasi penambahan jumlah PPL, namun tidak signifikan. Hanya 1 sampai 5 orang PPL untuk setiap desa/kelurahan. Jumlah ini dirasakan masih sangat kurang.

Tidak mau terulang dengan kejadian pada Pemilu 2009, dimana banyak sekali gugatan terkait hasil Pemilu, sejumlah kementerian terkait serta penyelenggara Pemilu melakukan rapat koordinasi. Bawaslu pada intinya meminta agar setiap TPS dapat terawasi dengan keberadaan Mitra PPL. Selain itu, muncul juga usulan agar negara membiayai saksi dari masing-masing parpol.

Menurut Ketua Bawaslu, Muhammad, usulan tersebut merupakan langkah yang tepat untuk meminimalisasi tingkat gugatan pasca Pemilu. Gugatan tersebut muncul akibat tidak adanya saksi parpol di TPS. Ketika saksi parpol tidak ada di TPS, mereka tidak dapat mengawal atau menyaksikan proses yang sesungguhnya terjadi di TPS.

Hal tersebut diamini Ketua Komisi II DPR RI, Agun Gunanjar Sudarsa. Menurutnya, banyak partai dan caleg yang tidak menerima hasil Pemilu, dengan alasan ketidakhadiran saksi di TPS. “Mereka berdalih, tidak ada saksi mereka yang menandatangi berita acara pemungutan suara, dan saksi mereka tidak setuju atau sepakat dengan berita acara tersebut,” tuturnya.

Padahal, dalam kenyataannya, parpol dan caleg memang tidak memiliki saksi di setiap TPS. Salah satu penyebabnya, karena keterbatasan dana, dan itu dijadikan pembenaran mereka untuk melakukan gugatan. “Pada Pemilu 2014 ini, tidak ada lagi parpol yang beralasan bahwa tidak ada saksi di TPS, karena saksi parpol sudah dibiayai oleh negara,” tutur Agun. *** (hms/fs/sap)

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu