Jakarta, Badan Pengawas Pemilu – Undang-undang Pilkada serentak tahun 2015 ini sama sekali tidak punya waktu untuk disimulasikan, padahal sangat banyak persoalan-persoalan teknis yang ada di dalamnya. Hal ini dikarenakan UU Pilkada 2015 ini dipersiapkan dengan waktu yang sangat singkat dan penuh pro kontra antara pemerintah dengan DPR, kata Guru Besar Hukum Tata Negara dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Prof. Saldi Isra pada acara Forum Diskusi Aktual dengan mengusung tema ‘’Kesiapan Pilkada Serentak tahun 2015’’ di ruang Aula Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendagri, Jakarta, Selasa (25/8).
Oleh karenanya, lanjut dia, kalau kita melakukan simulasi, jarak antara mau ke tahap akhir dengan pelaksanaan harus cukup. Karena sebentar lagi kita akan menghadapai persoalan yang hampir serupa pada gelaran Pilkada tahun 2019 mendatang.
Selain itu Saldi mengatakan persoalan calon tunggal yang terjadi di beberapa daerah. Kepada pihak penyelenggara dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), kalau ada calon tunggal mestinya tidak ditunda sampai Pilkada serentak 2017, karena kalau sampai ditunda tetapi masih belum mendapatkan lawan untuk bersaing pada Pilkada 2017, bagaimana? Kan hal-hal seperti ini harus dipikirkan juga oleh penyelenggara, tanya dia.
‘’Seharusnya KPU memperpanjang lagi masa pendaftaran pasangan calon bagi daerah yang masih mempunyai calon tunggal, dan mengurangi waktu masa kampanye. Kalau andil untuk semua saya rasa masa kampanye cukup walaupun hanya satu minggu atau 15 hari, karena tidak ada juga jaminan bahwa yang sekarang tunggal akan mendapatkan teman lawan pada Pilkada serentak 2017,’’tegasnya.
Menurut dia, logika dari beberapa pihak yang menggunakan bumbung kosong itu harus dipertimbangkan oleh KPU, kalau sudah diperpanjang terus tidak ada juga yang mendaftar, diperpanjang lagi tetap tidak ada juga yang daftar, maka alternatifnya adalah pemilihan seperti referendum.
“Jadi dalam bilik suara menyediakan gambar pasangan calon tunggal dengan kertas kosong (tidak bergambar pasangan calon lain), kalau hasilnya lebih banyak yang mencoblos kertas yang kosong, itu artinya terpaksa harus ditunda sampai Pilkada 2017, tapi sebaliknya kalau pasangan calon tunggal tersebut yang lebih banyak mendapatkan suara baiknya disahkan,” tuturnya.
Menurut Saldi, hukum yang baik itu mestinya hukum yang mampu menyiapkan pintu darurat untuk menghadapi kondisi seperti demikian.
Penulis : Irwan
Editor : Ali Imron