Submitted by Bhakti Satrio on
Anggota Bawaslu Puadi dalam Literasi Data untuk Pengawasan Pemilu dengan tema: “Sinergi Universitas dan Pengawas Pemilu melalui Literasi Data” pada Rabu (22/10/2025).

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum – Anggota Bawaslu Puadi mengajak mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) untuk menilai, mengkritisi, dan memperkaya gagasan tentang pengawasan pemilu di Indonesia. Puadi meyakini pertemuan Bawaslu dan mahasiswa akan membuka ruang dialektika akademik yang dapat memperkuat kelembagaan.

 

Dia kemudian membuka ruang diskusi dengan pandangan dalam lanskap teori politik hukum, pengawasan pemilu sering ditempatkan sebagai fungsi normatif atau sekadar menjalankan amanat undang-undang. Namun menurut Puadi, kenyataannya pengawasan justru berlangsung di tengah tarik-menarik kepentingan politik, institusional, dan bahkan birokrasi.

 

Puadi kemudian menceritakan tantangan yang kerap dihadapi Bawaslu baik dari sesama penyelenggara maupun dengan pihak luar. “Dalam pengawasan daftar pemilih, misalnya, Bawaslu sering menghadapi hambatan akses data dari KPU dan pemerintah daerah,” ungkapnya saat menghadiri kegiatan Literasi Data untuk Pengawasan Pemilu dengan tema: “Sinergi Universitas dan Pengawas Pemilu melalui Literasi Data” pada Rabu (22/10/2025).

 

Puadi juga membagikan pengalaman Bawaslu dalam menghadapi politik uang. Katanya, dalam penindakan politik uang, tantangan terbesar bukan hanya pembuktian, tetapi juga koordinasi antarpenegak hukum yang kerap formalistik.

 

“Semua contoh itu memperlihatkan bahwa pengawasan tidak berlangsung di ruang steril. Ia merupakan arena negosiasi kekuasaan di bawah kerangka hukum, tempat Bawaslu harus menyeimbangkan antara fungsi pengawasan, mediasi, dan penegakan,” ujar Puadi. 

 

Melalui forum ini, Puadi mengajak mahasiswa untuk terus memikirkan bagaimana membangun sistem pengawasan yang kuat, independen, dan berintegritas di tengah turbulensi politik yang selalu berubah. Dia meyakini, pengawasan pemilu adalah benteng terakhir agar perebutan kekuasaan politik tetap berada dalam koridor etika dan keadilan.

 

“Semoga forum ini menghasilkan kritik, masukan, dan perspektif baru yang akan memperkaya upaya kolektif kita dalam memperkuat demokrasi elektoral Indonesia. Demokrasi elektoral tidak bisa hanya dijaga dengan regulasi, tetapi dengan keberanian moral dan kapasitas kelembagaan untuk menyeimbangkan kepentingan,” tutup Puadi. 

 

Foto: BSW

Editor: Dey