Ditulis oleh pratiwi eka putri pada Sabtu, 26 Mei 2018 - 23:02 WIB
Gorontalo, Badan Pengawas Pemilihan Umum – Ketua Bawaslu RI Abhan mengatakan, pengawas Pemilu harus memiliki mental yang kokoh dan kuat dalam mengawal dan mengawasi pelaksanaan proses Pilkada dan Pemilu. Dengan begitu, pengawas tidak akan terpengaruh oleh tekanan peserta pemilu.
“Jadi, kokoh dan kuatkan mental. Kekokohan mental sangat penting disandang oleh jajaran pengawas Pemilu semua tingkatan. Pengawas Pemilu jangan sampai menjadi sasaran empuk peserta Pemilu untuk memenangkan pertarungan Pilkada/Pemilu dengan memihak kepada calon tertentu,” kata Abhan pada Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan Pengawasan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2018 dan Pemilihan Umum Tahun 2019 bagi Pengawas Pemilu se-provinsi Gorontalo, di Kota Gorontalo, Sabtu (26/5/2018).
Kekokohan mentalitas pengawas Pemilu tidak akan dapat diintervensi oleh pihak manapun untuk memihak kepada calon tertentu.
Menurut Abhan, mentalitas pengawas Pemilu akan diuji ketika bertugas di lapangan. Mental kokoh tidak akan runtuh walau diiming-iming apapun, termasuk diiming-iming jabatan. “Kekokohan mental tidak akan goyah dan diintervensi siapa pun,” papar dia.
Selain memiliki kekokohan mental, Abhan juga menegaskan pentingnya pengawas Pemilu memiliki integritas. Pengawas Pemilu, kata Abhan harus independen, obyektif atau tidak memihak terhadap peserta Pemilu. Integritas ini harus terus dijunjung dan dimiliki oleh pengawas Pemilu. Abhan mengatakan, tidak akan berjalan baik sebuah proses demokrasi jika penyelenggaranya tidak berintegritas.
Selain itu pengawas Pemilu juga dituntut untuk profesional. Terkait profesionalitas pengawas Pemilu ini Abhan merujuk pada sebuah pehamaman regulasi. Pengawas Pemilu harus memahami Undang-undang Pilkada dan Pemilu, Perbawaslu dan PKPU. Abhan mengatakan, jika semua regulasi tersebut tidak dipahami maka tindakan apapun oleh pengawas Pemilu akan dianggap tidak profesional.
“Jadi, memahami regulasi mutlak dan menjadi keharusan. Sebuah profesional akan diuji dengan merujuk pada regulasi. Bagaimana bisa regulasi aja tidak paham tapi mau dianggap profesional,” Abhan menambahkan.