• English
  • Bahasa Indonesia

Bangun Sistem Pengawasan Partisipatif Berbasis Teknologi Informasi, Bawaslu Jaring Masukan Pakar dan Praktisi

Yogyakarta, Badan Pengawas Pemilu - Dalam rangka membangun sistem pengawasan yang mampu mempersempit ruang kecurangan saat proses penghitungan dan rekapitulasi suara, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menggelar diskusi kepemiluan: "Pengawasan Pemilihan Kepala Daerah Berbasis Teknologi Informasi". Diskusi yang dilaksanakan di Hotel Harper, Yogyakarta ini mengundang sejumlah pakar dan praktisi di bidang teknologi informasi.

"Bawaslu ingin mendengar pendapat para pakar terkait hal ini. Kami rancang program ini untuk Pemilu 2019. Rencananya di pilkada 2017 ada beberapa daerah yang akan dijadikan pilot project. Tapi kalau sistemnya sudah ketemu, tidak tertutup kemungkinan kita gunakan ini di 101 titik pada 2017," kata Pimpinan Bawaslu RI, Nasrulah dalam diskusi, Kamis (21/4).

Narasumber dalam diskusi yang digelar dalam dua sesi tersebut merupakan pakar dan praktisi teknologi informasi di Yogyakarta, yaitu Wing Wahyu Winarno, Deputy CIO Universitas Islam Indonesia Mukhammad Andri Setiawan, Dosen UGM Paulus Insap Santosa, Dosen AKAKOM Wagito, Dosen AMIKOM Arif Akbarul Huda, Penemu game online pemilu Rahmat Taufik, pengembang aplikasi sistem pencarian daftar pemilih ganda (Sispendag) Ardhi Dwi Nurcahyo dan Hasmin Aries Pratama dari Bukaka Host.

Nasrullah menjabarkan sistem yang ingin dibangun Bawaslu adalah sistem pengawasan dimana proses pemungutan dan penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS) dapat disaksikan secara realtime oleh seluruh masyarakat. Apabila streaming video secara langsung tidak memungkinkan, maka menurut Nasrullah alternatif sistemnya masyarakat dapat menyaksikan video saat pemungutan atau penghitungan suara dalam bentuk rekaman.

Sistem pengawasan berbasis teknologi informasi di TPS menjadi penting, sambung Nasrullah, dikarenakan proses rekapitulasi merupakan salah satu yang mendasar. Selama ini perolehan suara seseorang dapat mengalami perubahan dari yang seharusnya didapat. Perubahan tersebut menurutnya dapat disebabkan oleh faktor rendahnya integritas penyelenggara serta alat kontrol yang tersedia belum maksimal.

"Suara yang diperoleh ditingkat TPS, berubah saat rekapitulasi di kecamatan. Dan terkadang berubah lagi saat rekap ditingkatan selanjutnya," katanya.

Ia menjabarkan kelemahan pada tahapan tersebut bukan tanpa upaya perbaikan. Seperti penggantian terhadap penyelenggara ditingkat bawah, dilakukan perubahan jenjang rekapitulasi, hingga dilakukannya proses pemindaian terhadap sertifikat hasil rekapitulasi di TPS yang hasilnya dapat dilihat di website Komisi Pemilihan Umum (KPU). "Tapi ternyata itu pun masih bisa diakali. Masih kurang terus," ujar Nasrullah. Atas dasar itulah, Bawaslu mengembangkan gagasan pengawasan berbasis teknologi.

Meskipun sebenarnya program ini dirancang untuk pemilu serentak 2019, namun sejumlah daerah yang menggelar Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota 2017 rencananya akan dijadikan pilot project atau proyek percontohan penerapan pengawasan partisipatif berbasis teknologi informasi. Bahkan menurut Nasrullah, apabila sistemnya dinilai sudah baik maka tidak tertutup kemungkinan Bawaslu akan menerapkan pengawasan berbasis teknologi di 101 titik atau seluruh daerah yang menggelar Pilkada di 2017 mendatang.

Penulis: Haryo Sudrajat

Foto: Irwan

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu