• English
  • Bahasa Indonesia

Menakar Bawaslu Jadi Peradilan Pemilu, Bagja: Bukan Penyelenggara Pemilu, Tempatnya Dimana?

Anggota Bawaslu Rahmat Bagja. Foto : Humas Bawaslu RI

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum – Anggota Bawaslu Rahmat Bagja meyakinkan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan atas wacana Bawaslu menjadi lembaga peradilan pemilu. Menurutnya, apabila Bawaslu ditetapkan sebagai lembaga peradilan, maka bukan lagi sebagai penyelenggara pemilu.

“Ketika masuk dalam lembaga peradilan maka bukan lagi sebagai penyelenggara pemilu. Sudah menjadi lembaga peradilan pemilu. Itu permasalahnnya?,” katanya saat menjadi narasumber diskusi daring Satu Jam Bersama Tokoh Pemilu dengan tema: Menuju Lembaga Peradilan Pemilu, Selasa (19/5/2020) malam yang diselenggarakan Saluran Infromasi dan Edukasi.

Saat ini, dia mengungkapkan, banyak wacana atau harapaan yang menginginkan Bawaslu menjadi peradilan pemilu. “Memang banyak pihak yang menginginkan kita (Bawaslu) menjadi peradilan pemilu seperti dari teman-teman NGO (non-govermental organization/lembaga swadaya masyarakat) seperti dari temann-teman Kode Inisisiatif sudah mengemukakan alasan Bawaslu menjadi peradilan pemilu. Ada juga sebagaian dari kalangan DPR,” jelasnya.

Mengandaikan bila harapan tersebut terjadi, penempatan Bawaslu dalam kekuasaan kehakiman yang pula menjadi perdebatan. Bagja menyebutkan, ada tiga pilihan penempatan, yaitu di pengadilan umum, Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi. “Kalau berada dalam kekuasaan peradilan ditempatkan dimana? Apakah di peradilan umum. Ini ada permasalahan yang tidak mengerti pemilu akan memutus perkara pemilu. Karena itu, menurut saya seharusnya Bawaslu berada di puncak konstitusi,” tutur alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia eksponen 1998 yang pernah menjadi Sekretaris Jenderal Ikatan Senat Mahasiswa Hukum seluruh Indonesia (ISMAHI) tersebut.

Pilihan berada di MA atau MK pun baginya punya permasalahan masing-masing. Bagja mengingatkan apabila di MA yang perlu diperhatikan persoalan batasan waktu memutus perkara yang masih belum jelas, semetara dalam hukum pemilu terbilang cepat. “Pengadilan di MA sendiri ada masalah dalam waktu persidangan seperti lamanya memutus perkara. Kalau di MK lebih sulit karena harus melakukan amandemen kelima UUD 1945. Bisa saja memang kalau khusus sengketa hasil pemilu atau pilkada. Menurut saya Bawaslu akan ditempatkan di MA,” hitung dia.

Akan tetapi, di MA pun bakal ada permasalahan bahwa seluruhnya harus lulusan sarjana hukum. Bagja lalu mengandaikan seperti pengadilan hubungan industrial yang salah satu hakimnya merupakan perwakilan dari unsur pekerja . “Ini bisa menjawab persyaratan teman-teman yang bukan lulusan sarjana hukum, tetapi mengetahui soal kepemiluan,” tegas lelaki yang menyabet gelar master hukum dari Utrecht University di Belanda ini.

Dia menjabarkan, saat ini ada dua kutub pendapat untuk Bawaslu. “Ada yang menganggap Bawaslu lebih baik menjadi lembaga peradilan pemilu, ada pula yang percaya Bawaslu dalam kewenangan saat ini yang paling baik. Menurut saya ke depan akan dilihat bagaimana UU Pemilu ini dibuat,” imbhnya.

“Kita tak bisa menutup mata. Ada kritik kepada Bawaslu dengan nomenklatur Bawaslu sebagai lembaga pengawas. Biasanya lembaga pengawas itu tidak memutus salah atau tidak. Menurut perangkat hukum yang baik diatur dalam prinsip kehakiman yang baik, tidak bisa sebagai pihak yang memeriksa sekaligus yang terperiksa. Ada permasalahan saat ini Bawaslu yang menjadi pelapor juga yang menjadi pemutus. Karena dia yang menjadi polisi, menjadi jaksa sekaligus menjadi hakim. Inilah yang mungkin tidak pas. Hakim itu adalah kebijaksanaan sehingga perlu menjaga jarak dengan yang diperiksa.,” tambah Bagja.

Namun, sejauh ini, dia meyakinkan Bawaslu sudah menawarkan solusi. Apabila ada temuan tingkat bawah maka akan diperiksa satu tingkat di atasnya. “Seharusnya bila ada temuan pelanggaran adminitrasi tingkat kabupaten/kota, maka Bawaslu Provinsi yang menilai. Hal ini agar menjaga si penyelidik ini tidak menjadi pemutus. Masalahnya bila Bawaslu RI ada temuan maka siapa pemutusnya? Karena itu biasanya kalau ada temuan kami meminta Bawaslu Provinsi yang melakukan penyelidikan. Ini adalah masalah dalam penanganan adminitrasi,” sebut dia.

Bagja meyakinkan, masih banyak persoalan dalam wacana Bawaslu sebagai lembaga peradilan pemilu atau memperkuat sebagai quasi peradilan. “Ada masalah UU dan kesiapan organisasi. Hal ini yang nantinya akan diselesaikan di Komisi II DPR RI. Ke depan pilihannya apakah menjadi peradilan pemilu atau sebagai quasi peradilan. Untuk mundur ke belakang itu sudah terlambat. Menurut saya lebih cocok namanya Badan Penegak Hukum Pemilu,” yakin lulusan

Selain itu, dalam kekuasaan penyelenggara pemilu saat ini sudah ada check and balances. “Pertama penyelegggara, kedua pengawas, dan ketiga pengawas kode etik. Ini kekuasaannya sudah terpisah, sudah ada check and balances,” akunya.

Editor : Jaa Pradana
Fotografer : Ranap Tumpal

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu