• English
  • Bahasa Indonesia

Sidang Pemeriksaan Laporan Partai Pelita dan Partai Ibu, Pelapor dan Terlapor Saling Sanggah Konstruksi Dalil

Ketua Majelis Rahmat Bagja didampingi anggota majelis Puadi memeriksa surat kuasa dari pelapor dengan nomor laporan 002/LP/PL/ADM/RI/00.00/VIII/2022 dalam lanjutan sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu 2024 di Ruang Sidang Gedung Bawaslu, Jakarta, Senin (29/8/2022)/foto: Publikasi dan Pemberitaan Bawaslu

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum – Bawaslu melaksanakan sidang pemeriksaan atas dua laporan dugaan pelanggaran adminitrasi. Pihak pelapor dari Partai Pelita dan Partai Indonesia Bangkit Bersatu (Ibu) membeberkan konstruksi dalil-dalil dugaan pelanggaran. Hal ini kemudian mendapat sanggah dalil hukum oleh terlapor yakni KPU RI.

Ketua majelis sidang Rahmat Bagja mempersilakan pelapor atas laporan dengan nomor register 002/LP/PL/ADM/RI/00.00/VIII/2022 dan laporan nomor 003/LP/PL/ADM/RI/00.00/VIII/2022 menjelaskan permohonan substansinya. Kuasa hukum Partai Pelita, Djindar Rohani menyatakan pihaknya merasa keberatan Partai Pelita tak lolos pendaftaran lantaran saat-saat akhir tak bisa terakomodir dalam memasukkan data berisi lampiran-lampiran persyaratan pendaftaran partai politik (parpol) peserta Pemilu 2024.

Menurutnya Partai Pelita melakukan pendaftaran pada 13 Agustus 2022, akan tetapi karena belum lengkap KPU kemudian mengembalikan formulir pendaftaran dengan ditandai form surat pengembalian. “Pada 14 Agustus 2022 pukul 10.00 WIB Partai Pelita dipimpim Sekjen Partai Pelita Djindar Rohani datang untuk melengkapi data menginput data ke Sipol. Mengingat input data masih banyak, Partai Pelita memutuskan untuk menginput data pada malam harinya agar migrasi data dari Partai Pelita ke Sipol bisa mencapai 100 persen. Ketua Umum dan Sekjen Partai Pelita. Partai Pelita sudah siap pukul 23.00 WIB di ruang helpdesk dan ruang tamu KPU untuk melakukan pendaftaran ulang. Namun, banyaknya orang mendaftar saat itu membuat ruang helpdesk sangat penuh dan sibuk. Petugas KPU seharusnya bisa mengantisipasi banyak pendaftaran di waktu yang sama,” jelas Djindar.

Dia menuturkan, akibat tidak diterimanya Partai Pelita melakukan pendaftaran ulang di masa akhir pendaftaran baginya sangat merugikan hak berpolitik Partai Pelita dan masyarakat yang mendukung Partai Pelita akibat tidak profesionalnya kinerja aparat di KPU dalam menerima pendaftaran. “Ini juga bertentangan dengan Pasal 3 huruf h,i,j,dan k PKPU 4/2022 dan Pasal 19 Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2018,” sebutnya.

Sementtara Erlangga selaku kuasa hukum Partai Ibu mempermasalahkan berbagai kendala Sipol saat memasukkan data. Dia mencontohkan adanya kendala jaringan internet dan server Sipol yang kerap down. “Partai Ibu untuk Dewan Pimpinan Daerah Provinsi Gorontalo, Lampung, Papua, dan Papua Barat terkendala jaringan internet yang sangat tidak memadai.

“Bahwa pada tanggal 14, 15, dan 16 Agustus 2022 bertempat di kantor KPU RI peristiwa yang terjadi petugas KPU RI tidak dapat melakukan pemeriksaaan secara komperehensif dan tak menguasai Sipol sehingga petugas pemeriksan KPU RI memerintahkan operator IT Partai Ibu untuk membuka data secara manual dengan pemaknaan yang berbeda dengan Sipol,” akunya.

Erlangga pun mendalilkan adanya perbedaan jumlah proporsi berdasarkan ketentuan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 dengan PKPU Nomor 4 Tahun 2022. “Pasal 176 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 juncto Pasal 7 PKPU 4/2022 berbeda proporsi jumlah kabupaten/kota, proporsi kecamatan untuk jumlah penduduk di atas satu juta dan seperseribu untuk jumlah penduduk di bawah sejuta sehingga penginputan Sipol untuk jumlah kepengurusan dan kantor tak berjalan karena dalam rekapitulasi dilakukan oleh KPU secara sepihak.

"Bahwa pelaksanaan Sipol bertentangan dengan Pasal 173 dan Pasal 176 UU Pemilu 7/2017 yang dilakukan secara manual dan jika diberlakukan menggunakan Sipol maka bertentangan. Sipol adalah teknologi informasi sangat keliru kalau Sipol sebagai acuan lolos atau tidaknya administrasi pendaftaran parpol,” jelas dia.

Atas dalil laporan tersebut, pihak terlapor pun memberikan bantahan. Anggota KPU Mochammad Afifuddin menyatakan, kedua laporan tersebut tidak jelas menjelaskan peristiwa dan PKPU 4/2022 telah melewati uji publik serta proses pendaftaran dan verifikasi parpol ini telah melewati uji coba berupa simulasi.

“Pada pokoknya laporan pelapor tidak secara jelas dan terang menjelaskan peristiwa. Para pelapor tidak memahami rangkaian prosedur dan mekanisme dalam tahapan pendaftaran parati politik calon peserta pemilu. Dan antara pokok laporan dan bukti yang disampaikan tidak memiliki relevansi yang jelas dan/atau tidak disertai dengan alat bukti, sehingga menurut terlapor, laporan tak memenuhi syarat materiil,” tegas lelaki yang disapa Afif tersebut.

Dia menerangkan, sesuai Pasal 141 PKPU 4/2022 yang pada pokoknya menerangkan menggunakan Sipol. “Sesuai ketentuan Pasal 75 UU Pemilu 7/2017 dalam penyelenggaraan tahapan pemilu, KPU membentuk PKPU dan wajib berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah melalui rapat dengar pendapat. PKPU 4/2022 sudah melalui tahapan perundang-undangan seperti uji publik. Pelibatan pemangku kepentingan ini merupakan wujud partidipasi dan wujud penyelenggaraan pemilu ini bersifat inkklusif,” beber dia.

Afif menyatakan, dalam forum konsultasi dengan DPR dan pemerintah telah disetujui penggunaan Sipol. “Terlapor juga mendengar, menerima, dan mengakomodasi saran Bawaslu dan DKPP yang pada pokoknya alat bantu dan bukan alat penentu lolos atau tidaknya parpol calon peserta pemilu. KPU pun telah melaksanakan pendaftaran dan verifikasi parpol menggunakan aplikasi Sipol sejak Pemilu 2019. Terlapor mempersiapkan pendaftaran dam verifikasi parpol melalui Sipol dilakukan dengan kesungguhan berupa simulasi,” sebut dia.

Afif pun menceritakan pada saat akhir hanya Partai Pelita yang melakukan migrasi data. “Sehingga dalil akses Sipol lemot tidak mendasar. Faktanya juga Partai Pelita juga tidak melakukan pendaftaran ulang berdasarkan bukti buku tamu. Dokumen Partai Pelita menggunakan Sipol dan dokumen fisik pada akhirnya ternyata tidak memenuhi syarat pendaftaran di tiap provinsi dan kabupaten/kota,” tutur dia.

Dia menyatakan, pada laporan Partai Ibu, status laporan tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) berdasarkan Pasal 21 juncto Pasal 41 Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2018. "Kedudukan pelapor jelas tak memiliki legal standing. Pelapor repsresntasi dari Partai Ibu yang mana partai tersebut tak memenuhi kualifikasi sebagaimana ketentuan Pasal 21 ayat 1 Perbawaslu 8/2018. Dan laporan juga kabur atau tidak jelas,” imbuh dia.

Dia pun menyanggah kronologis akses dan penggunaan Sipol oleh Partai Ibu yang telah memasukkan data. “Tentang akses internet di beberapa provinsi dikarenakan jaringan tidak memadai itu bukan kapastitas terlapor karena hal tersebut menjadi kapasitas pihak lain sebagai penyedia jaringan internet. Lalu mengenai dalil perbedaan proporsi jumlah kabupaten/kota dan jumlah kecamatan adalah dalil yang tak mendasar,” tukas dia.

Fotografer: Jaa Pradana
Editor: Hendi Purnawan

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu