Makassar, Badan Pengawas Pemilu - Dosen Program Magister Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Adi Suryadi Culla megatakan partisipasi politik merupakan kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk turut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih pimpinan negara. Menurutnya tanpa adanya partisipasi demokrasi adalah omong kosong atau tidak berarti.
“Tidak ada partisipasi publik dalam berdemokrasi semua adalah omong kosong, toh siapa yang mau dipilih tanpa adanya partisipasi,” ujarnya pada saat mempersentasikan materi yang berjudul partipasi politik dan pemilu pada Seminar International yang bertajuk Democracy and Election (Solution for Establishing Good Governance), di Kampus FISIP, Universitas Hasanuddin, baru-baru ini.
Ketua Jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Hasanuddin tersebut menuturkan, dalam konteks demokrasi, pejabat publik dipilih dan diturunkan melalui partisipasi politik. Menurutnya tanpa partisipasi proses dipilih dan memilih tidak akan ada proses politik sehingga menjadi suatu kegiatan yang penting dalam penyelenggaraan pemilu.
“Pemilu ukuranya adalah partisipasi politik dari masyarakat, kalau tidak ada partisipasi dari masyarakat pemilu dapat dikatakan gagal,” ujarnya.
Menurutnya, konteks partisipasi politik dalam kerangka penyelenggaraan pemilu bisa dilihat dari perspektif pendekatan civic culture (budaya masyarakat) dan pendekatan rasional. Ia mengatakan pendekatan civic culture merupakan partisipasi politik dalam pemilu yang menjadi salah satu indikator kualitas demokrasi berkaitan legitimasi hasil pemilu dan tingkat dukungan pada pemerintah hasil pemilu.
“Makin banyak warga negara yang ikut memilih atau memberikan suara dalam pemilu, indikasi makin kuatnya legitimasi demokrasi,” ujarnya.
Sementara itu, tingkat partisipasi menurut pendekatan rasionalitas malah sebaliknya yaitu partisipasi dari masyarakat atau publik bukan menjadi ukuran satu-satunya faktor, oleh karena itu partisipasi yang rendah boleh jadi dikatakan menggambarkan demokrasi makin baik.
“Atau bisa dikatakan pemilih semakin rasional dalam proses memilih siapa calon yang akan dipilih, berdasarkan kepentingan individu, ” ujarnya.
Adi menilai, pendekatan civic culture lebih mampu menjawab masalah partisipasi pemilih. Fakta menunjukkan, semakin tinggi tingkat perasaan bahwa memilih itu kewajiban bagi warga negara, makin tinggi pula tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu. Karena itu, dapat juga disimpulkan bahwa rendahnya partisipasi dalam pemilu dari tahun ke tahun itu karena menurunya pula perasaan wajib memilih yang ada di masyarakat.
“Partisipasi pemilih dalam pemilu sebagai suatu hal yang dianggap wajib oleh warga negara, bukan karena faktor rasionalitas pemilih tapi lebih karena faktor ekspresi moralitas pemilih. Tindakan memilih berhubungan dengan nilai baik dan buruk,” ujarnya.
Penulis : Hendru Wijaya
Editor : Falcao Silaban