Medan, Badan Pengawas Pemilu - Pada tahap simulasi calon tunggal, Bawaslu mencatat tidak adanya informasi bagi pemilih di TPS ketika kotak kosong mendapatkan suara lebih besar dari calon tunggal. Padahal dalam konteks calon tunggal, informasi yang tidak memadai bagi pemilih berpotensi mempengaruhi preferensi pemilih di TPS. Hal itu disampaikan Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar dalam Focus Group Discussion (FGD) Evaluasi Pemilihan Serentak 2015 - 2018 di Medan, Selasa (23/10/2018).
Sebagaimana diketahui pada Pilkada Serentak 2018 terdapat 16 daerah yang menyelenggarakan pemilihan dengan calon tunggal, yaitu Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kota Prabumulih, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lebak, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Tapin, Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Enrekang, Kota Makassar, Kabupaten Mamasa, Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Puncak, Kabupaten Jayawijaya, dan Kabupaten Bone.
Pada pemilihan dengan kandidat calon tunggal, pemantau pemilu yang terakreditasi memiliki legal standing (kedudukan hukum) untuk mengajukan sengketa hasil pemilihan ke Mahkamah Konstitusi. Menurut Fritz, hasil pengawasan yang dituangkan dalam keterangan tertulis akan menjadi bahan utama dalam persidangan tersebut. Sementara dari 16 daerah yang menyelenggarakan Pemilihan itu, tidak semuanya memiliki pemantau.
Strategi yang dilakukan Bawaslu dalam pengawasan Pemilihan calon tunggal seperti dinyatakan Fritz adalah dengan mendorong lahirnya pemantau yang terakreditasi di daerah dan menyelenggarakan kajian khusus terkait calon tunggal dengan mengundang berbagai pemangku kepentingan.
Penulis/foto: M Agus Saifuddin