Semarang, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Para akademisi berharap Bawaslu bisa memperbanyak hasil kajian penelitian tentang pengawasan pemilu. Sebab, belum banyak buku terkait pengawasan pemilu. Demikian kesimpulan dari Diskusi Kelompok Terpumpun Penyusunan Program Riset Review Pilkada Serentak di Semarang, Minggu (13/10/2019).
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro (Undip) Nur Hidayat Sardini mengatakan, tidak banyak yang menulis tentang pengawasan pemilu. Padahal, menurutnya, seorang yang bekerja mengawasi pemilu seharusnya bisa menulis tentang pengawasan dalam kepemiluan. "Tidak cukup membaca UU untuk melakukan kerja-kerja pengawasan pemilu," aku lelaki yang pernah menjabat sebagai Ketua Bawaslu periode pertama ini.
Untuk membantu para pengawas pemilu se-Indonesia, mantan anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) periode 2012-2017 ini mengharapkan Bawaslu terus-menerus melakukan kajian dan analisis pengawasan pemilu. Lalu, produknya buku yang disebarkan ke seluruh Indonesia.
"Penulis buku hukum, politik, dan pemilu itu banyak. Tapi yang menulis buku pengawasan pemilu sangat sedikit," sebut yang akrab dipanggil NHS ini.
Dia meminta, analis Bawaslu terus membuka ruang agar pengawas pemilu se-Indonesia bisa melakukan pengawasan dan menulis kegiatan pengawasannya. "Analis dan peneliti Bawaslu harus memiliki perhatian, bagaimana pengawas pemilu bisa menyampaikan kegiatan pengawasannya dengan budaya lokal dalam bentuk tulisan," ujar lelaki yang lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, 10 Oktober 1969 lalu tersebut.
Sementara, Sekretaris Program Studi Ilmu Politik Undip Laila Kholid Alfirdaus menerangkan, ada dua isu penelitian dalam kajian politik, yakni aktor seperti politisi dan kelembagaan politik berupa partai politik. Namun menurutnya, jarang peneliti yang meneliti tentang kelembagaan dan kerja penyeleggara pemilu, khususnya terkait pengawasan pemilu.
"Tidak banyak peneliti tentang pengawasan pemilu. Sehingga, kita sulit menemukan penelitian tentang pengawasan pemilu. Jadi tim peneliti Bawaslu diharapkan meneruskan penelitian dan publikasi hasil penelitiannya," jelas peraih gelar doktor ilmu politik ini.
Laila melanjutkan, riset-riset kepemiluan ke depan harus menggunakan metode penelitian aksi (action research). Dia percaya, metode ini bakal membantu Bawaslu dalam mengaplikasikan kajian dan analisis yang sudah dilakukan. Sehingga, semua produk penelitian Bawaslu bisa dipraktikkan, bukan sekadar buku. "Action Research bermanfaat bagi analisis pengawas pemilu," yakinnya.
Pembicara ketiga, Agus Riewanto menuturkan, riset kepemiluan memang membutuhkan keseriusan. Dosen Hukum Tata Negara yang tulisannya sering terbit di media massa ini mengatakan, riset Bawaslu harus menyentuh penegakan hukum pemilu karena pengawasan pemilu butuh kepatuhan dan tertib dalam menjalankan hukum. "Harus ada riset yang menjelaskan setiap norma hukum di UU Pemilu," terang dosen Ilmu Hukum Universitas Negeri Semarang tersebut.
Peniliti di Bawaslu, harap Agus, fokus meneliti amanah UU yang diberikan kepada Bawaslu. Diamengingatkan, riset Bawaslu harus bisa membuat orang (pembaca) bisa memahami hasil analisis, sehingga masyarakat akan mematuhi Peraturan Bawaslu untuk ikut serta menegakan hukum pemilu.
"Riset Bawaslu harus bisa memahamkan publik dan diserahkan kepada pembentuk UU (pemerintah dan DPR)," tunjuk Agus.
Kepala Biro Hukum, Humas, dan Pengawasan Internal (H2PI) Bawaslu Ferdinand Eskol Tiar Sirait menuturkan, Bawaslu memiliki perhatian terhadap penguatan penelitian dan analisis kepemiluan. Beberapa tahun terakhir, lanjutnya, Bawaslu mendukung program pascasarjana Ilmu Tata Kelola Pemilu.
Selain itu, Bawaslu sudah menyusun program penguatan sumber daya manusia yang memiliki minat dalam penelitian kepemiluan. "Bawaslu siap kerja sama dengan kampus dan peneliti," pungkas dia.
Editor: Ranap THS