• English
  • Bahasa Indonesia

Fritz Ingatkan Penyalahgunaan Wewenang Kepala Daerah Bisa Bermasalah saat Penetapan Calon

Koordinator Divisi Hukum, Humas, dan Datin Bawaslu Fritz Edward Siregar saat menjadi narasumber dalam diskusi daring berjudul: Dilema Pengawasan Pilkada di Tengah Bahaya Covid, Jumat 5 Juni 2020/Foto: Robi Ardianto (Humas Bawaslu RI)

Jakarta, Badan Pengawasan Pemilihan Umum - Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar mengingatkan kepala daerah yang melakukan penyalahgunaan kekuasaan seperti penyalahgunaan program bantuan sosial (bansos) bisa terkena sanksi setelah ditetapkan sebagai calon kepala daerah. Menurutnya, sanksi pembatalan pencalonan menanti para kepala daerah yang akan maju kembali dalam Pilkada Serentak 2020.

"Calon kepala daerah yang melakukan 'abuse of power' (penyalahgunaan kekuasaan) seperti menabung persoalan di kemudian hari. Ditunggu (penindakan pelanggaran calon kepala daerah tersebut) sampai penetapan calon dilakukan," jelasnya saat menjadi narasumber dalam diskusi daring berjudul: Dilema Pengawasan Pilkada di Tengah Bahaya Covid, Jumat (5/6/2020).

Fritz mengatakan, aturan tersebut tertuang dalam UU Pilkada 10/2016 Pasal 71 Ayat 3 yang mengatur larangan menggunakan kewenangan program dan kegiatan yang menguntungkan dan merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain terhitung enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon.

Pada Ayat 4, lanjutnya, dijelaskan pula jika melanggar Pasal 71 Ayat 1 hingga Ayat 3 bagi gubernur  atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati dan walikota atau wakil walikota sebagai calon petahana, maka bisa dikenakan sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.

"Pelanggaran itu akan diproses sebagai dasar pelaksanaan undang-undang. Hanya saja  penanganan pelanggarannya baru dapat diproses apabila sudah ditetapkan calonnya," sebut Fritz.

Fritz meyakinkan, penyalahgunaan kekuasaan ini menjadi salah satu potensi kerawanan Pilkada 2020 yang dapat dilakukan oleh bakal calon petahana. "(Petahana) yang menempelkan fotonya saat memberikan bansos itu berpotensi melanggar UU Pilkada Pasal 71 Ayat 3 dan Pasal 73 Ayat 1," ujarnya.

Dia menjabarkan, setidaknya ada tiga bentuk politisasi bantuan masa pandemik covid-19. Petam, bansos dibungkus dan dilabeli gambar kepala daerah.

"Kedua, bansos dibungkus dan dilabeli simbol-simbol politik dan ketiga, pemberian bansos bukan atas nama pemerintah daerah melainkan atas nama pribadi kepala daerah," ujarnya.

Fritz mengajak masyarakat untuk segera melapor kepada pihak yang berwenang apabila menemukan politisasi bantuan oleh kalangan bakal calon petahana.

"Masyarakat dapat melaporkan kepada pihak-pihak yang berwenang terkait pemanfaatan pemberian bansos oleh kepala daerah untuk kepentingan praktis dalam pemilihan serentak tahun 2020," ajak dia.

Editor: Ranap THS

Share

Informasi Publik

 

Regulasi

 

Pendaftaran Pemantau

 

Forum

 

SIGAPLapor

 

 

Whistleblowing System

 

Helpdesk Keuangan

 

SIPS

 

SAKIP

 

Sipeka Bawaslu

 

SIPP Bawaslu

 

Simpeg Bawaslu

Si Jari Hubal Bawaslu

 

 

 

 

Video Bawaslu

newSIPS 2019
newSIPS 2019

Mars Bawaslu

Mars Pengawas PEMILU +text
Mars Pengawas PEMILU +text

Zona Integritas Bawaslu