Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mendorong terwujudnya pemilu yang inklusif, berkeadilan gender, dan bebas dari kekerasan melalui penguatan peran perempuan serta kolaborasi dengan masyarakat sipil. Menurutnya, upaya tersebut merupakan bagian dari langkah untuk memastikan seluruh tahapan pemilu berjalan setara dan aman bagi semua pihak.
“Seluruh tahapan pemilu harus dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip kesetaraan dan perlindungan. Tidak boleh ada ruang bagi kekerasan, terutama yang dialami perempuan,” ujar Bagja saat memberikan sambutan dalam Konsolidasi Perempuan Pengawas Pemilihan Umum dan Masyarakat Sipil bertema Mewujudkan Ekosistem Pemilu Inklusif, Anti-Kekerasan, dan Berbasis Transformasi Digital di Jakarta, Minggu (21/12/2025) malam.
Bagja mengatakan, perspektif gender dan inklusivitas menjadi dasar dalam setiap proses penyelenggaraan dan pengawasan pemilu. Ia menilai, pemilu yang adil hanya dapat terwujud apabila seluruh kelompok, khususnya perempuan, memperoleh ruang yang setara dan terlindungi dari berbagai bentuk kekerasan.
Bagja menyebut Bawaslu memiliki pengalaman panjang dalam melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan, termasuk kekerasan terhadap perempuan serta praktik kampanye yang melibatkan anak. Upaya tersebut, kata dia, dilakukan melalui penguatan pengawasan, pencegahan, hingga penegakan hukum pemilu secara berkelanjutan.
Seiring meningkatnya laporan kekerasan dan isu gender dalam pemilu, Bawaslu, lanjut Bagja, terus mendorong kerja sama dengan berbagai lembaga dan organisasi masyarakat sipil, termasuk Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Kolaborasi ini diarahkan pada kegiatan sosialisasi, penguatan kapasitas, serta dukungan bagi para srikandi pengawas pemilu yang kerap menghadapi tantangan dalam kultur yang masih patriarkal.
“Semua suara harus diperlakukan setara. Perempuan memiliki hak yang sama untuk menyampaikan pendapat dan berperan dalam seluruh proses pemilu,” tegasnya.
Bagja juga meminta seluruh pemangku kepentingan pemilu untuk mengikuti rangkaian konsolidasi ini secara aktif, tidak sebatas kehadiran simbolik. Menurutnya, kegiatan tersebut menjadi ruang untuk menularkan gagasan dan praktik pengawasan yang peka terhadap perempuan serta kelompok rentan.
Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan, dilakukan penandatanganan naskah kerja sama dengan sejumlah lembaga, antara lain Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Nasional Disabilitas, Pusat Pemilihan Umum Akses Disabilitas, serta Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia. Penandatanganan ini bertujuan mendorong penguatan perlindungan, aksesibilitas, dan layanan ramah bagi saksi, korban, serta pemilih dan pengawas disabilitas.
Konsolidasi ini diikuti oleh perempuan penyelenggara pemilu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, jajaran sekretariat perempuan, serta juru bahasa isyarat. Sejumlah narasumber dari kementerian/lembaga dan organisasi masyarakat sipil turut hadir membahas isu kekerasan terhadap perempuan dalam pemilu, perlindungan anak, pemilu aksesibel, peran media, hingga tantangan transformasi digital dan kekerasan berbasis gender daring.
Penulis & Foto: Nofiar
Editor: Dey