Submitted by Bhakti Satrio on
Anggota Bawaslu Puadi dalam kegiatan Bawaslu Goes to Campus: Sosialisasi Penanganan Pelanggaran Pemutakhiran Daftar Pemilih bagi Pemilih Pemula di Universitas MUhammadiyah Jakarta, Kamis (18/12/2025).

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum – Anggota Bawaslu Puadi mengajak mahasiswa untuk mengawal dan mengawasi data pemilih. Dia menjelaskan, data pemilih kerap menjadi salah satu pelanggaran pemilu yang perlu diawasi. 

 

Puadi menambahkan, akurasi data pemilih merupakan kunci utama dalam menekan angka pelanggaran dalam pemilu atau pemilihan. Dalam pemaparannya, dia menyoroti bahwa berbagai jenis pelanggaran pemilu, mulai dari ranah administratif, pelanggaran kode etik, hingga tindak pidana, sering kali berakar dari satu masalah fundamental, yaitu ketidakakuratan data pemilih.

 

Menurut Puadi, data pemilih yang tidak valid memiliki dampak sistemik yang luas. Hal ini tidak hanya memicu munculnya pemilih ganda atau masuknya pemilih yang sebenarnya tidak memenuhi syarat, tetapi juga berisiko tinggi menghilangkan hak pilih warga negara yang sah. 

 

"Data pemilih bukan sekadar urusan administrasi atau angka-angka di atas kertas. Dalam ekosistem demokrasi, data adalah fondasi keadilan pemilu. Jika fondasinya rapuh karena ketidakteraturan, bangunan keadilan pemilu akan sulit berdiri tegak," ujar Puadi dalam kegiatan Bawaslu Goes to Campus: Sosialisasi Penanganan Pelanggaran Pemutakhiran Daftar Pemilih bagi Pemilih Pemula di Universitas MUhammadiyah Jakarta, Kamis (18/12/2025).

 

Lebih lanjut, Puadi menjelaskan, pada Pemilu 2024, persoalan data pemilih mencapai titik yang sangat krusial karena beririsan langsung dengan proses penanganan pelanggaran hukum. Dia menjabarkan, dalam praktiknya, data pemilih berfungsi sebagai bukti awal (initial evidence) yang menjadi dasar bagi pengawas pemilu dalam melakukan klarifikasi, penelusuran, hingga penguatan rekomendasi dan putusan hukum.

 

"Data yang keliru dapat berujung pada konsekuensi hukum yang sangat serius. Contoh nyata dapat kita lihat pada penanganan kasus pidana terkait Daftar Pemilih Tetap Luar Negeri (DPTLN). Hal ini menunjukkan bahwa kesalahan data bukan hanya masalah teknis, tapi bisa menyeret seseorang ke ranah pidana pemilu," tegasnya.

 

 

Oleh sebab tersebut, Puadi mengajak peran aktif mahasiswa dan kalangan akademisi untuk ikut serta mengawal ekosistem data pemilih. Dia menekankan bahwa isu data pemilih harus diletakkan sebagai isu hukum tata negara yang sangat penting, bukan sekadar isu teknis lapangan.

 

"Mahasiswa dan akademisi harus menjadi garda terdepan dalam memahami dan mengawal isu ini. Perlu kita tanamkan bersama bahwa keadilan pemilu dimulai dari keadilan data. Tanpa data yang jujur dan akurat, keadilan bagi setiap suara rakyat mustahil bisa diwujudkan," pungkas Puadi.

 

Foto: BSW

Editor: Dey